Setelah 20 tahun menikah, saya tiba-tiba menemukan cara baru dalam menyalakan api cinta kami. Api yang muncul tak terduga dari orang-orang yang begitu berharga. Tapi rasa cinta itu jarang saya sadari kehadirannya, mungkin karena sudah terlalu terbiasa dengannya.
Ceritanya bermula dari suatu waktu, istri saya menganjurkan agar saya berkencan dengan seorang perempuan lain. Tapi ketika saya protes dan mengajaknya untuk ikut, ia justru mengatakan bahwa itu acara khusus untuk saya. Ternyata perempuan yang dimaksudnya adala Ibu saya sendiri yang telah menjanda selama 19 tahun. Saya jarang menemuinya memang karena kesibukan kerja dan mengurus keluarga dan tiga orang anak kami.
Ibu saya adalah type orang yang cepat curiga kalau menerima telepon ditengah malam, atau menerima undangan yang datangnya tiba-tiba. bagi beliau itu pasti akan membawa berita buruk. "Ada apa dengan istrimu?" kata ibu dari ujung telepon.
"Oh..., tidak ada apa-apa bu. Saya pikir sudah lama saya tidak menemani ibu untuk makan malam dan mengajak ibu jalan. Pasti akan menyenangkan, apakah ibu mau menerima ajakan saya ini?"
"Oh itu, ibu kira ada apa. Baik, ibu setuju", jawabnya setelah terdiam beberapa lama.
Besok malam, sepulang kantor saya langsung ke rumah ibu. Beliau terlihat begitu gembira dan berdandan resmi sekali. Beliau kelihatan telah mendandani dirinya dengan sangat anggun, dan mengenakan gaunnya yang terbaik. Gaun yang beliau itu, adalah pakai pada pesta ulang tahun perkawinannya yang terakhir ketika ayah masih hidup.
Ibu menyambut saya dengan senyum lebar. "Kamu tahu nak, tadi Ibu bilang keteman-teman tentang rencana kita ini. Mereka semua kaget dan merasa ikut senang seperti ibu sekarang. Mereka bilang besok pagi ingin tahu ceritanya," kata ibu seraya masuk ke dalam mobil.
Saya cuma tersenyum, lalu kami pergi ke restoran yang agak mahal. Suasananya betu elegan dan menyenangkan. Ketika kami memasuki restoran itu, ibu menggandeng lengan saya dengan hangat.
Saya harus membacakan daftar menu karena ibu tak bisa lagi membacanya walau dengan kacamata tebal. Ketika sedang membaca daftar itu, saya berhenti sejenak melihat ibu yang sedang memandangi saya dengan senyuman. "Dulu, ibu yang membacakan kamu daftar menu ketika kau masih kecil," katanya dengan mata menerawang.
"Haha..., ibu santai saja. Sekarang giliran saya yang melayani ibu," jawab saya dengan lembut.
Sambil makan, kami membincangkan banyak hal sehari-hari. Tidak ada topik yang istimewa, tapi obrolan kami mengalir begitu saja sampai-sampai kami terlambat menonton film.
Disaat mengantar ibu pulang, beliau berkata di dpean pintu. "Anakku, ibu mau pergi lagi denganmu, tapi lain kali ibu yang akan bayar." Sayapun mengangguk setuju.
Sesampai di rumah istri sayapun bertanya, "Bagaimana dengan kencanmu?"
"Sangat menyenangkan. Lebih dari yang saya duga. Tadinya saya tidak tahu mau ngomongin apa sama ibu." jawab saya dengan senang.
Beberapa hari kemudian, ibu meninggal dunia karena serangan jantung. Begitu mendadak kejadian itu, sehingga saya tidak sempat berbuat apa-apa untuk menolong ibu.
Satu minggu berlalu, sepucuk surat tiba dari restoran tempat ibu dan saya makan malam. Surat itu dilampiri kopi tanda lunas, dan ada selembar kertas yang diselipkan di situ yang bertuliskan:
"Ibu sudah bayar makan malam kita, karena rasanya tak mungkin kita makan bersama lagi. Walaupun begitu, ibu sudah bayarkan untuk dua orang, barangkali kamu bisa gunakan untukmu dan istrimu. Terimakasih ankku, undangan makan malammu begitu berarti. Dari yang mencintaimu, Ibu.
Pada detik itu, saya mengerti apa pentingnya kita mengatakan kepada orang-orang yang kita sayangi mengenai perasaan kita. Mengatakan pada orang yang kita sayangi bahwa kita sungguh mencintainya, selagi kita sempat. Karena itu, katakanlah cinta, jangan pernah menunggu. Siapa tahu, ketika cinta itu kita tahan saat akan mengucapkannya, orang itu sudah tidak ada lagi.
damn..saya menangis membaca ini