Laman

Please Select The Desired Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

31 Mar 2012

Ketika Ketulusan Cinta yang Berbicara


Diusianya yang kini 58 tahun, pak Suyatno mengisi hari-harinya dengan merawat sang istri yang telah dinikahinya lebih dari 32 tahun lalu. Mereka dikarunia empat orang anak, di sinilah awal cobaan itu menerpa kehidupan mereka. 

Setelah sang istri melahirkan anak mereka yang ke-empat, tiba-tiba kaki sang istri lumpuh dan tidak bisa digerakkan, itu terjadi selama kurang lebih dua tahun lamanya. Menginjak tahun ke-tiga penyakitnaya pun kian parah, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari pak Suyatnolah yang merawat sang istri. Ia memandikan, menyuapi, dan mengangkat istrinya ke atas tempat tidur. Sebelum ia berangkat untuk bekerja setiap harinya, pak Suyatno selalu menempatkan sang istri di depan televisi, hal itu ia lakukan agar sang istri tidak merasa kesepian saat ditinggalkan. Untunglah tempat usaha pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya, sehingga setiap siang ia pun dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Ketika sore sepulang dari tempat usahanya, pak Suyatno memandikan sang istri, dan selepas maghrib ia menemaninya untuk menonton televisi sambil menceritakan apa saja yang dialaminya seharian ini.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tanpak bisa menanggapi, pak Suyatno sudah cukup senang dengan semua itu. Ia selalu mengajak istrinya bercanda, bahkan menggodanya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini sudah dilakukan pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan sabar ia merawat sang istri, bahkan sambil membesarkan ke-empat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa dan berumah tangga sendiri, hanya si bungsu saja yang masih kuliah.

Pada suatu hari, ke-empat anak pak Suyatno berkumpul di rumah orang tuanya sambil menjenguk sang ibu. Karena setelah anak mereka menikah, mereka tinggal dengan keluarga masing-masing. Dan pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia saja yang merawatnya.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak pertamanya berkata "Pak, kami ingin sekali merawat ibu. Semenjak kami masih kecil sampai sekarang, bapaklah yang selalu merawat ibu tanpa pernah mengeluh. Bahkan bapak tidak mengijinkan kami menjaga ibu." Dengan air mata berlinang, si sulung melanjutkan, “sudah empat kali juga kami mempersilahkan bapak untuk menikah lagi, kami rasa ibu pun akan mengijinkannya. Kami berpikir, kapan bapak menikmati masa tua bapak jika setiap haria hanya untuk berkorban seperti ini. Kami sudah tidak tega melihatnya, kami berjanji akan merawat ibu sebaik-baiknya jika menikah lagi."

Dengan lembut pak Suyatno menjawab. "Anak-anakku, jikalau pernikahan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak sudah menikah lagi. Tetapi ketahuilah, dengan adanya ibu kalian di samping bapak, itu sudah lebih dari cukup membahagiakan bapak. Coba kalian tanya ibu kalian, apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini! Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah batin bapak bisa bahagia meninggalkan ibu kalian dengan keadaanya seperti sekarang? Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan ini untuk dirawat orang lain, tapi bagaimana dengan ibu kalian yang sakit?” 

Mendengar hal itu, anak-anak pak Suyatno merasa terharu, butiran-butiran kecil pun jatuh di pelupuk mata mereka. Dengan pilu, ditatapnya mata ayah mereka yang sangat mencintai ibunya.

Sampailah suatu ketika, pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun televisi swasta sebagai nara sumber di acara mereka. Di tengah acara, mereka mengajukan sebuah pertanyaan kepada pak Suyatno, "Kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istri yang sudah tidak bisa apa-apa."

Dengan perasaan haru ia bercerita. "Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya, tetapi tidak mau memberikan waktu, tenaga, pikiran, serta perhatiannya untuk pernikahan mereka, maka itu semua adalah kesia-siaan. Saya memilihnya menjadi pendamping hidup saya. Dulu saat dia sehat, dengan sabar ia merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama, dan itu merupakan ujian bagi saya apakah dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehat pun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi saat dia seperti sekarang ini."

1 komentar:

  • Misa says:
    30 Mei 2012 pukul 12.10

    Indah banget

Posting Komentar