Laman

Please Select The Desired Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

5 Mar 2012

Pakaian yang Menipu


Suatu ketika, hiduplah seorang pria sufi yang sangat arif dan bijaksana. Ketika ia tengah berkeliling kota, ada serang pemuda menghampirinya dan lalu bertanya. “Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda berpakaian apa adanya dan sangat sederhana. Bukankah berpakaian sebaik-baiknya amat penting saat ini, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain?”

Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya dan berkata, “Anakku, pertanyaanmu itu akan ku jawab. Tapi sebelumnya, lakukanlah satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan jual dengan harga satu keping emas di pasar seberang sana!”

Melihat cincin kusam dengan hiasan batu yang amat sederhana dan jelek, pemuda tersebut merasa ragu dapat menjualnya, “Satu keping emas Guru? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”

“Cobalah dulu, siapa tahu kamu berhasil menjualnya.” Ujar sang sufi menyemangati.

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia lalu menawarkan cincin tersebut kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membelinya seharga satu keping emas. Mereka hanya berani menawar satu keping perak saja. Maka ia pun kembali menemui sang sufi untuk menyampaikan hal itu. “Guru..., tak seorang pun berani menawar cincin ini lebih dari satu keping perak.”

Sambil tetap tersenyum, sang sufi berkata, “Sekarang pergilah ke toko emas yang ada di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko di sana. Jangan memberikan penawaran harga dulu, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”

Pemuda itu pun segera mendatangi toko emas yang dimaksud. Dan tidak begitu lama ia kembali menemui sang sufi, tapi kali ini dengan raut wajah yang sangat bersemangat. “Guru, ternyata para pedagang di pasar tadi tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seratus keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”

Pria sufi itu pun kembali tersenyum mendengar keterangan pemuda tersebut, dan ia lalu berkata., “Anakku, itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya 'para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar' yang menilainya demikian. Namun tidak bagi 'pedagang emas'."

Kawan, Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu memandang jauh kedalaman jiwanya. Diperlukan kearifan dan proses untuk menjenguknya, karena kita tak akan bisa menilainya hanya dengan penampilan yang kita lihat sekilas. Sebenarnya mana yang lebih berharga, emas bersepuh besi, atau besi bersepuh emas?

0 komentar:

Posting Komentar