“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru saja melahirkan putra pertamanya. Ketika gendongan itu berpindah dari seorang dokter ke tangannya, sang ibu langsung menraik nafasnya dalam-dalam. Ternyata Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga.
Kini bayi laki-laki itu telah tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas, dan waktu membuktikan bahwa kecacatan bayi laki-laki itu tidak berpengaruh terhadap pendengarannya. Hanya penampilannya saja yang sedikit tampak aneh.
Suatu hari anak laki-laki itu bergegas pulang ke rumah dengan menagis dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu. Sang ibu tahu bahwa kehidupan anak lelakinya itu penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Sambil terisak-isak anak laki-laki itu berkata, “Ibu, tadi di sekolah ada seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh”. Sang ibu yang mendengar itu hanya bisa ikut menagis tentang penderitaan anak kesayangannya.
Waktupun kian berlalu, dan anak laki-laki itu kini telah tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya, bahkan ia cukup disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis.
Suatu hari ayah anak laki-laki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuk anaknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan daun telinganya,” kata dokter.
Kemudian, orang tua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mendonorkan daun telinganya dan kepada mereka. Beberapa bulan berlalu sejak saat itu, sang ayah memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan daun telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata sang ayah.
Operasi pencangkokanpun berjalan sukses. Kini anak laki-laki itu telah menjadi seorang laki-laki yang sangat berbeda. Bakat musiknya yang hebat berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari dari berbagai even.
Beberapa waktu kemudian ia menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapayang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya".
Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan daun telinga itu untukmu”. Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini”.
Tahun berganti tahun. Kedua orang tua laki-laki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anaknya berdiri di samping peti jenazah ibunya. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah lalu menyibakkan rambut istrinya yang telah terbujur kaku sehingga tampaklah bagi si anak bahwa ibunya tidak memiliki daun telinga.
“Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya, dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?” bisik sang ayah.
Seketika, anak laki-laki itupun menangis terharu karena mengetahui bahwa yang selama ini menjadi pendonornya adalah sang ibu sendiri. Sang ibu yang rela kehilangan sedikit kecantikannya demi kebahagiaan sang anak.
Kawan, kecantikan sejati yang sesungguhnya itu tidaklah terletak pada fisik kita, namun letaknya jauh berada di dalam hati. Sungguh sebuah harta karun yang sangat hakiki itu tidak terletak pada apa yang bisa kita lihat, namun pada apa yang tidak dapat kita lihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.
0 komentar:
Posting Komentar