Ada seorang anak laki-laki yang senang sekali bermain-main di sekitar pohon apel besar yang tumbuh di tepi hutan. Anak itu senang memanjat dahan-dahannya hingga ke pucuk, menikmati buahnya yang lezat, bahkan tidur-tiduran di bawah rindangnya pohon apel itu. Ia sangat mencintai pohon apel tersebut, begitu juga sebaliknya. Pohon apel itupun sangat mencintainya.
Waktu terus berlalu, kini anak laki-laki itu telah tumbuh besar dan tidak lagi setiap hari bermain-main di sekitar pohon apel. Suatu hari, ketika anak laki-laki yang telah tumbuh besar itu mendatangi pohon apel, ia melihat pohon apel tersebut tampak sedih. "Kemarilah... kita bermain-main lagi seperti dahulu," ajak pohon apel itu kepadanya.
"Maaf, aku bukanlah anak kecil lagi yang bermain- main dengan sebatang pohon apel," jawab anak itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."
"Wahh..., sayang sekali aku juga tidak mempunyai uang. Tetapi kau boleh mengambil semua buah-buahku lalu menjualnya agar kau memeproleh uang untuk membeli mainan kegemaranmu itu." Ujar si pohon apel dengan suka cita.
Mendengar hal itu, Anak laki-laki tersebut amat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon itu dan segera menjualnya ke pasar. Seminggu telah berlalu, namun si anak laki-laki itu tidak pernah datang lagi mengunjungi si pohon apael. Sampai suatu hari, anak itu melintas di dekat pohon apel itu tumbuh. Pohon apel pun sangat senang melihatnya, "Ayo... kita bermain-main lagi," katanya.
"Aku tak punya waktu untuk bermain-main," jawab anak itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Bisakah kau menolongku?"
"Maaf, aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh memotong semua dahan dan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel dengan ceria.
Segera anak itu memotong semua dahan dan ranting si pohon apel. Ia merasa gembira, karena kini ia telah memiliki bahan untuk membangun rumahnya. Pohon apel itupun juga merasa bahagia melihat anak laki-laki itu senang, tapi ia kembali merasa kesepian dan sedih karena setelah begitu lama, anak laki-laki itu tidak pernah lagi mengunjunginya.
Pada suatu musim panas, tiba-tiba anak lelaki itu datang kembali. Dengan perasaan bahagia, pohon apel mennyambut kedatangannya. "Ayo kita bermain-main lagi seperti dulu," ajak si pohon apel.
"Aku sedih," kata anak itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"
"Wah, maafkan aku, aku tidak memiliki sebuah kapal. Tapi kau boleh menebangku untuk membuat sebuah kapal. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."
Kemudian, anak itupun menebang pohon apel tersebut, dan hanya menyisakan akarnya saja. Lalu dibuatnya sebuah kapal yang indah dari kayu pohon apel itu. Setelah kapal itu selesai dibuat, iapun pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui si pohon apel.
Setelah sekian tahun lamanya, anak laki-laki yang kini telah renta mendatangi tempat di mana poho apel yang dulu tumbuh. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."
"Tak apa. Aku pun sudah tidak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak itu.
"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat sekarang," kata pohon apel.
"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak laki-laki itu.
"Kini aku benar-benar sudah tidak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air matanya.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak tersebut. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."
Kemudian anak laki-laki itu berbaring di pelukan akar-akar si pohon apel. Pohon apel itu sangat gembira, iapun tersenyum sambil meneteskan air matanya.
***
Kawan, kisah di atas adalah kisah kehidupan kita. Pohon apel itu adalah kedua orang tua kita. Dulu, ketika kita masih kecil, setiap hari kita selalu dekat dan ceria bermain dengan mereka. Namun ketika kita mulai tumbuh besar, kita mulai menjauh dari mereka, sibuk dengan mainan, teman, dan hal-hal lainnya. Hanya sesekali datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesusahan. Tapi, sungguh luar biasa, meski bagaimanapun, orang tua kita akan selalu ada untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Kawan, jagan pernah berhenti untuk mencintai mereka. Katakan betapa kita mencintai, dan sangat berterima kasih atas seluruh budi yang telah dan akan diberikannya pada kita. Ingatlah bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang mampu menandingi jasa seorang ayah dan ibu terhadap kehidupan kita.
0 komentar:
Posting Komentar