Laman

Please Select The Desired Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

3 Apr 2012

Ini pun Pasti Berlalu


Di suatu kota, ada seorang petani kaya raya meninggal dunia. Di samping harta yang berlimpah, ia juga meninggalkan dua orang anak laki-lakinya.

Suatu hari kedua anak laki-laki itu bertengkar saling memperebutkan harta peninggalan sang ayah. Semua harta yang ada pun habis mereka bagi, hanya sebuah kotak kayu tua yang belum mereka sentuh. 

Sang kakak lalu membuka kotak kayu itu, dan ternyata isi di dalam kotak itu adalah dua buah cincin. Cincin yang satu terbuat dari emas bertahtakan berlian, sedangkan yang satunya lagi terbuat dari perunggu yang tidak berharga. 

Kemudian muncullah rasa keserakahan sang kakak untuk menguasainya sendiri. Ia pun berkata kepada sang adik "Cincin ini pasti bukan milik ayah, ini pasti cincin peninggalan nenek moyang kita yang diwariskan secara turun-temurun. Biarlah aku sebagai anak tertua yang menyimpannya, dan kamu ambillah cincin perunggu ini”. 

Tanpa banyak mendebat, sang adik menuruti saja apa yang dikatakan oleh sang kakak. Stelah mengenakan cincin itu pada jari masing-masing, mereka pun berpisah untuk menjalani kehidupan sendiri-sendiri. 

Di dalam hati, sang adik bertanya-tanya. “Mengapa ayah menyimpan cincin perunggu ini? ini cincin yang tak berharga." Tapi kemudian matanya tertuju pada sebuah tulisan yang ada dibalik cincin itu, Ini pun Pasti Berlalu. "Oh..., jadi ini mantra ayah selama ini", pikirnya sambil tersenyum.

Hari-demi hari, bulan dan tahun terus berganti. Sang kakak menjalani kehidupannya sebagai petani sama seperti sang ayah. Hidupnya pun penuh dengan kemewahan. Jika panennya berhasil, dia selalu berfoya-foya, mabuk-mabukan bahkan menggunakan obat-obatan terlarang. Tapi jika panennya buruk, hatinya menjadi tidak karuan. Jadi goncang, seakan tidak mau menerima keadan. Dan setelah semua hartanya habis untuk memenuhi nafsu, ia menjual cincin emas bertahtakan berlian itu untuk menyambung hidup.

Begitu pula sang adik, ia terus merasakan pasang surutnya kehidupan. Namun, kala panennya bagus, ia tidak berfoya-foya seperti sang kakak. Begitu pula sebaliknya, kala panennya gagal ia tidak terlalu terbawa kesedihan. Dia selalu ingat tulisan yang ada dibalik cincin perunggu peninggalan sang ayah ”Ini pun Pasti Berlalu”. Ia selalu berfikir, kapan pun waktunya, entah pada saat senang maupun susah semua pasti berlalu. Sehingga hatinya pun menjadi tenang, dan hidup dengan tentram.

0 komentar:

Posting Komentar