Laman

Please Select The Desired Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

24 Jul 2012

Menghargai Kehidupan


Pada suatu ketika, ada seorang pemuda yang hidup sebatangkara  merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk apa sebenarnya hidup di dunia ini. Ia merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti akan hidupnya lagi.

“Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja hiduku ini,” katanya dalam hati.  Maka disiapkannyalah seutas tali, ia berniat mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di sebatang pohon.

Pemuda itupun lalu menuju sebuah pohon besar yang ada di tengah hutan. Saat melihat gelagat dari pemuda tersebut, pohon itupun menyela dengan lembut. “Anak muda yang tampan dan baik, tolong jangan menggantung dirimu di dahanku yang telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini.”

Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi mendatangi pohon lain yang tidak jauh dari situ. Saat akan bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih dari si pohon, “Hai anak muda, lihatlah di atas sini ada begitu banyak lebah yang sedang mengerjakan sarangnya dengan tekun dan rajin. Jika kamu ingin mengakhiri hidupmu, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah-lebah itu yang telah bekerja keras membangun sarangnya tetapi tidak dapat menikmati hasilnya jika kamu tetap maksanakan niatmu di dahanku.”

Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda kembali berjalan mencari pohon lain. Kembali kata yang ia dengar dari pohon berikutnya tidak jauh berbeda, “Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh, tolong jangan mati di sini.”

Sejenak si pemuda termenung dan berpikir, “Bahkan sebatang pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi makhluk lain”.

Segera timbul kesadaran baru dalam hatinya. “Aku manusia, masih muda, kuat, dan sehat. Apakah pantas aku melenyapkan kehidupanku ini? Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja dengan baik dan bisa bermanfaat bagi makhluk lain”.

Dengan perasaan tenang dan penuh semangat, Ia kemudian pulang kembali menuju rumahnya. Dalam hatinya ia menyadari sebenarnya kehidupan ini begitu indah dan menggairahkan jika mau menghargainya. Dengan terus mengisi kehidupan dengan optimisme, penuh harapan dan cita-cita yang diperjuangkan, serta mampu bergaul dengan manusia lainnya, maka tidak akan ada yang sia-sia dalam hidup ini.

0 komentar:

Posting Komentar