Laman

Please Select The Desired Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

26 Feb 2013

Kemenangan dari Sebuah Kesabaran


Suatu hari, Dodi datang menemui Ayahnya yang sedang berada di halaman rumah, “Sedang apa yah?” tanyanya. 

“Ada apa?” tanya sang Ayah kembali sambil menatapnya. 

“Dodi capek yah…, sangat capek. Dodi belajar mati-matian untuk mendapat nilai bagus, sedang teman-teman yang lain bisa dapat nilai bagus hanya dengan menyontek. Dodi malas belajar lagi, Dodi mau menyontek saja yah!”. 

“Dodi capek karena harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang teman-teman Dodi punya pembantu yang mengurusi itu semua, Dodi ingin kita punya pembantu juga!”. 

“Dodi capek karena selalu menyisihkan uang saku untuk menabung, sedangkan teman-teman yang lain bisa terus jajan tanpa harus menabung. Dodi juga ingin jajan terus tanpa menabung!”. 

Dodi capek karena Dodi harus menjaga lisan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain, sedangkan teman-teman yang lain enak saja berbicara membuat Dodi sakit hati.” 

Dodi capek karena Dodi harus menjaga sikap untuk menghormati teman-teman, sedang mereka seenaknya saja berbuat kepada Dodi.” 

Dodi capek Ayah, Dodi capek menahan diri. Dodi ingin seperti mereka. Mereka terlihat senang, Dodipun ingin senang. Dodi ingin bersikap seperti mereka Ayah!” Seraya mulai menangis. 

Sang Ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala Dodi sambil berkata, “mari ikuti Ayah, Ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang Ayah meraih tangan Dodi dan membawanya menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang. 

Melihat hal itu Dodi pun mulai mengeluh “Ayah mau membawa Dodi kemana? Dodi tidak suka jalan ini, lihat sepatu ini jadi kotor, kaki Dodi pun luka karena tertusuk duri, berjalanpun susah karena ada banyak ilalangdi sini. Dodi benci jalan ini yah”. sang Ayah pun hanya diam mendengar keluhan Dodi. 

Sampai akhirnya mereka sampai disebuah telaga yang sangat teduh dan indah. Airnya begitu jernih dan terlihat sangat segar. Di sekitarnya ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang. 


“Waaaah. tempat apa ini yah? Dodi suka! Dodi suka tempat ini!” 

Sang Ayah kemudian berjalan menuju pohon yang rindang itu dan duduk di bawahnya dengan beralaskan rerumputan hijau. “Kemarilah anakku, ayo duduk di samping Ayah”. 

Sangn Ayah melanjutkan “Anakku, tahukah kamu mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah?” 

“Tidak tahu Ayah, memangnya kenapa?” sahut Dodi. 

“Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga yang sangat indah di sini. Mereka tidak bisa bersabar melewatinya” 

“Ooh. berarti kita ini orang yang sabar ya yah?” 

“Nah, akhirnya kau mengerti” 

“Mengerti apa yah? Dodi menjadi bingung” 

“Begini Anakku. Dalam belajar itu dibutuhkan kesabaran, kesabaran dalam bersikap, kesabaran dalam kujujuran, semua itu agar kita mendapatkan kemenangan. Seperti jalan yang tadi, bukankah kamu harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kamu harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kamu harus sabar melawati ilalang dan kamu pun harus sabar saat dikelilingi serangga. Dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangat indah di sini. Seandainya kamu tadi tidak sabar, apa yang kamu dapat sekarang? Kamu pasti tidak akan mendapatkan apa-apa, oleh karena itu bersabarlah anakku” 

“Tapi tidak mudah untuk bersabar Ayah…” 

“Karena itulah ada Ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat. Begitu pula dalam hidup ini, ada Ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kamu terjatuh, kami bisa mengangkatmu. Tapi ingatlah anakku, Ayah dan ibu tidak selamanya menjagamu. Suatu saat nanti, kamu harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kamu gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri.” 

“Seorang manusia yang kuat akan selalu tabah dan istiqomah, karena ia tahu Allah akan selalu menyertai segala tindakan umatnya. Kamu juga akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang.” 

“Terima kasih Ayah, Dodi sekarang mengerti. Dodi berjanji akan selalu tegar saat yang lainnya telah terlempar.” 

Sang Ayahpun tersenyum hangat sambil menatap wajah anak kesayangannya itu.

0 komentar:

Posting Komentar